AKTUALONLINE.co.id MEDAN ||| Pembangunan sport centre yang berada di Desa Sena Kecamatan Batang Kuis Kabupaten Deli Serdang nampaknya tidak akan tuntas, meskipun Dinas Pemuda Olahraga mengerahkan ratusan personil Satpol PP untuk menghancurkan dan mengusir anggota Kelompok Tani Sejahtera Deli Bersatu beberapa waktu lalu. Sebab, kasus proyek yang rencananya digunakan saat PON 2024 itu telah digulir ke KPK dengan mencatut nama Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi sebagai terlapor.
Direktur Eksekutif Lingkar Indonesia, Tua Abel Sirait sebagai pihak pelapor menerangkan bahwa cacat hukum proyek yang menelan anggaran sebesar Rp152.981.975.472 karena menggunakan SK 10 Bodong dan tidak dapat dijadikan dasar untuk menjual aset negara oleh PTPN II.
“Bagaimana ada jual beli tanah tapi dasar hukumnya tidak sah. dan ini sudah kami laporkan hal ini ke KPK akhir Februari 2023,” tanya Abel didampingi Ketua Investigasi Lingkar Indonesia, Edy Simatupang Sabtu (4/3/2023) siang.
Lanjut Abel, hasil investigasi mereka ditemukan pula bahwa hingga saat ini pernohonan perpanjangan HGU oleh PTPN II berulang kali ditolak BPN. Artinya, aset yang mereka klaim sebagai milik mereka harusnya merupakan milik negara sehingga Pemerintah Provinsi Sumut tidak boleh mengeluarkan uang untuk membeli asetnya miliknya sendiri.
“Kalau aturannya kan ketika HGU tidak diperpanjang lagi, tanah itu itu bukan milik PTPN II lagi. Balik ke negara dong. Siapa negara itu, ya Pemerintah Provinsi Sumut,” tegas pucuk pimpinan lembaga yang konsen memonitoring kasus kasus korupsi di pemerintahan.
Adanya skenario jual beli tersebutlah patut mejadi dugaan kuat bagi Lingkar Indonesia bahwa telah dibentuknya skenario jual beli yang seakan-akan sah dengan melibatkan beberapa pihak. Sehingga dalam laporannya ke KPK, Abel menyebut menyertakan nama Kepala BPN Sumut, BPN Deli Serdang, Mantan Dirut PTPN II, serta Edy Rahmayadi selaku Gubernur Sumut sebagai terlapor
Sementara itu, Sekretaris Kelompok Tani Sejahtera Deli Bersatu, Pahala Napitupulu mengungkapkan bahwa tanah PTPN II yang telah kembali menjadi aset negara juga harusnya dibagikan kepada masyarakat, bukan para pihak kapitalis hanya demi mencari untung. Bertahannya mereka di lokasi yang dibeli Pemprov Sumut dengan SK 10 bodong itu, dikarenakan ia paham sekaligus memiliki data fisik yang akurat soal tanah itu.
“Kami paham itu punya negara tapi bukan punya PTPN II. Kami menengaskan jika tanah itu harusnya dibagikan ke kelompok tani. Kami sanggup untuk membayar pelepasannya,” tegas Pahala. ||| Prasetiyo
Editor : Pras