22.4 C
Indonesia
Sabtu, 18 Mei 2024

Guru BK SMA Negeri 6 Takalar Dilaporkan Murid, Perkaranya Dihentikan Berkat RJ

Berita Terbaru

AKTUALONLINE.co.id JAKARTA|||
Guru Bimbingan Konseling (BK) di SMA Negeri 6 Kabupaten Takalar, Artiawan Bangsawan ,SPd. Bin Ahmad Bangsawan kembali dapat mengajar berkat keadilan restoratif.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung RI, Dr Ketut Sumedana menyampaikan, Artiawan Bangsawan merupakan Guru BK ini terkait perkara Penganiayaan menampar muridnya, Hera Muhammad Bilal dan dilaporkan kepada pihak berwajib.

Lebih lanjut disampaikan Kapuspenkum, peristiwa ini berawal pada hari Kamis 24 Februari 2022 sekitar pukul 11.00 Wita di ruang tata usaha di SMA Negeri 6 Kabupaten Takalar, Artiawan Bansawan, S.Pd mendapat aduan dari guru, Jumiarti dengan mengatakan, bahwa anak korban Herza Muhammad Bilal telah mem-bully teman dan gurunya di grup WhatsApp dengan cara menyandingkan foto Artiawan dengan salah satu Nabi/Tuhan.

Mendengar cerita Jumiarti lanjut Ketut, Artiawan dengan merasa kesal kemudian memanggil anak korban Herza Muhammad Bilal dan beberapa murid lainnya yaitu anak saksi Syamsuardi, anak saksi Wahyu, anak saksi Rifah dan anak saksi Agus ke ruang tata usaha. Ketika ditanya mengenai kejadian di grup WhatsApp, keempat anak saksi menunjuk ke arah Herza Muhammad Bilal sebagai anak yang melakukan hal tersebut. Rasa kesal, emosi, dan dikarenakan anak korban tidak menjawab pertanyaan dirinya, Artiawan langsung menampar pipi kiri anak korban Herza 2 kali menggunakan tangan kanannya.

Akibat tamparan tersebut, anak tersebut mengalami luka memar berukuran tiga belas sentimeter kali lima sentimeter berwarna kemerahan dengan batas tegas pada pipi kiri, berdasarkan hasil visum yang dikeluarkan oleh RSUD Haji Padjonga Daeng Ngalle, ujar Ketut.

Selanjutnya Ketut mengatakan, Ibu dari anak korban Herza tidak terima dengan perbuatan sang guru BK dan langsung melaporkan Kepolisian Resor (Polres) Takalar guna diproses secara hukum, dan ditetapkan sebagai tersangka dan disangka melanggar Pasal 80 ayat (1) Jo. Pasal 76 C UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

Dalam tahap penyidikan kata Ketut, penyidik Polres Takalar berupaya untuk melakukan proses perdamaian dengan melibatkan Sekretaris Daerah Kabupaten Takalar serta tokoh masyarakat. Namun, proses perdamaian tersebut tidak dapat terlaksana dikarenakan ibu anak korban tidak memaafkan perbuatan tersangka dan meminta kasus tersebut tetap dilanjutkan.

Untuk mengupayakan perdamaian lanjut Ketut, dalam proses pemberkasan, penyidik Polres Takalar tetap berupaya untuk mendamaikan antara ibu anak korban dan Tersangka. Namun ibu anak korban tetap tidak memaafkan perbuatan Tersangka dan bersikukuh untuk kasus ini terus dilanjutkan, sehingga berkas perkara pun dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Takalar dan setelah dilakukan penelitian oleh Jaksa Peneliti, berkas perkara dinyatakan lengkap (P.21).

Ketut menjelaskan, meski telah mendengar bahwa penyidik Polres Takalar belum berhasil mendamaikan antara ibu anak korban dengan tersangka Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Takalar Salahuddin, S.H., M.H., Kepala Seksi Pidana Umum (Kasi Pidum) Arfah Tenri Ulan, S.H. dan Jaksa Fasilitator (Penuntut Umum), Ahadina Mahyastuti, S.H., M.KN., dan Sabri Salahuddin, S.H., M.H. tetap berupaya untuk mendamaikan kedua belah pihak melalui keadilan restoratif (restorative justice).

Lebih lanjut dijelaskan Ketut, pada hari Senin 18 Juli 2022 tahap II penyerahan tersangka dari Penyidik ke Penuntut Umum dan upaya restorative justice yang dihadiri oleh Tersangka dan anak korban Herza, orang tua anak korban, Penasihat Hukum (PH) dari pihak anak korban, Sekretaris Daerah (Sekda)Takalar, Penyidik Polres Takalar, Kepala Sekolah SMAN 6 Kabupaten Takalar, Ketua PGRI Takalar, serta Kepala Dusun selaku tokoh masyarakat.

Dalam pertemuan tersebut, Kajari Takalar menjelaskan bahwa konsep dari restorative justice adalah mengedepankan penyelesaian perkara dengan hati nurani dan memulihkan keadaan seperti semula antara Tersangka dan korban dengan tetap memerhatikan perlindungan dan kondisi yang dialami oleh korban, dan juga apabila perkara tersebut dilanjutkan, akan berdampak saling merugikan bagi kedua pihak. Selain itu juga, Penasihat Hukum dari pihak anak korban juga menjelaskan mengenai pentingnya penyelesaian perkara melalui keadilan restoratif, jelas Ketut.

Mendengar dan memahami penjelasan dari Kajari Takalar dan PH, pihak anak korban pun bersedia memaafkan tersangka dan menyetujui perkara ini diselesaikan melalui keadilan restoratif. Tersangka meminta maaf atas perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulangi kesalahannya kembali.
Usai tercapainya kesepakatan perdamaian, Kajari Takalar mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kepada Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sulawesi Selatan. Setelah mempelajari berkas perkara tersebut, Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan Raden Febrytrianto sependapat untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dan mengajukan permohonan kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum).

Ketut mengatakan, kini guru BK telah bebas tanpa syarat usai disetujui oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana pada Selasa 26 Juli 2022. Maka dengan dihentikannya penuntutan, guru BK tidak perlu lagi menjalani proses persidangan di pengadilan dan dapat kembali mengabdikan dirinya demi generasi muda di Kabupaten Takalar.

JAM-Pidum mengapresiasi dengan setinggi-tingginya kepada Kepala Kejaksaan Negeri Takalar, Kasi Pidum dan Jaksa Penuntut Umum yang menangani perkara guru BK telah berupaya menjadi fasilitator mendamaikan dan menyelesaikan perkara tersebut dengan mediasi penal antara korban dengan Tersangka serta melibatkan tokoh masyarakat setempat sehingga terwujudnya keadilan restoratif.

Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Kepala Kejaksaan Negeri Takalar untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum, Kata Ketut.

Demikian disampaikan Kapuspenkum Kejagung RI, Ketut Sumedana dalam siaran persnya Minggu, (31/7/2022).|||Sahat MT Sirait

Editor: SMTS

Baca Selanjutnya

Berita lainnya