Ketua DPD Cakep Sumut Jauli Manalu. (Foto: Dokumentasi Aktual Online)
AKTUALONLINE.co.id – Perspektif || Bertarung dalam arus politik seperti menunggu sebuah keberuntungan. Analisis-analisis yang telah dipersiapkan dengan berbagai teori kausal bisa saja meleset dan berbalik menyerang hingga menciptakan sebuah kekalahan.
Ada pula yang menakar kemenangan karena sebuah antipati politik. Terhasut oleh peristiwa kegaduhan yang tidak pernah ia alami langsung, atau memang kurangnya literasi dalam menelaah pesan-pesan yang dirancang oleh tim-tim bayaran di media sosial juga media massa.
Dari dua pasangan calon Gubernur Sumut tahun 2024, yakni Bobby Nasution-Surya dan Edy Rahmayadi – Hasan Sagala, ada keunggulan dan kelemahan masing-masing yang terus digoreng media massa dan penggiat sosial hingga mendapat tafsir ambigu dari publik soal menang atau kalahnya para kandidat tersebut di 27 November 2024. Yang mendukung, sudah pasti usungannya yang akan menang.
Tapi, coba kita tengok dulu bahasa-bahasa politik yang dilontarkan kedua calon Gubernur Sumut tersebut. Edy Rahmayadi misalnya, ia adalah petahana. Pemahamannya soal infrastruktur tidak diragukan lagi. Wajar, mantan Pangkostrad tersebut keras mengomentari masalah jalan seperti yang disindir rivalnya Bobby Afif Nasution.
Kepercayaan diri para pendukung sang jenderal ini pun semakin tinggi, mengingat massa Presiden Joko Widodo telah berakhir 20 Oktober 2024 kemarin. Berkembang isu, aura Bobby Nasution akan redup seiring runtuhnya kekuasaan politik sang mertua sebagai orang nomor satu di Indonesia.
Beberapa program unggulan juga disampaikan untuk memperkuat kepercayaan masyarakat agar memilih Edy Rahmayadi-Hasan Basri Sagala. Mulai dari pendidikan, kesehatan, infrastruktur, pertanian hingga pengembangan ekonomi pariwisata Sumut semuanya menjadi atensi untuk menjadikan Sumut unggul, maju dan berkelanjutan.
Sementara Bobby Afif Nasution tetap tenang dan terus melakukan agresi verbal yang justeru menurut lawan adalah sebuah pengakuan dosa padahal tidak. Dimana orang ramai kekeh saat Bobby Nasution mengejek dirinya sendiri di depan publik seperti meyebut “kami keluarga besar Mulyono” atau “menantu Mulyono”.
Tidak banyak yang menyadari bahwa penyebutan diksi ini secara berulang kali adalah sebuah bantuan besar dari rivalnya maupun non pendukung untuk membesarkan citra diri Bobby Nasution secara alami, meski konteksnya jelek menurut sebagian pihak. Namun, tidak ada yang mengingkari bahwa tidak ada yang tak mengenal nama Bobby Nasution saat ini.
Selain itu, program yang ditawarkan pasangan Bobby Afif Nasution-Surya juga masuk akal dan sudah terbukti terealisasi saat menjalankan pemerintahan di Kota Medan. Berobat gratis hanya bermodal KTP misalnya, lalu banyaknya pembangunan infrastruktur yang dibuat. Terlepas dari proses dan imbas yang terjadi.
Melalui pemberitaan yang ada, khususnya di Aktual Media Grup, saya melihat Edy Rahmayadi maupun Bobby Nasution memiliki kesamaan. Keduanya sama-sama sulit jumpai. Apalagi Bobby Nasution selalu dijaga oleh paspampres. Meski begitu, Bobby Nasution diam-diam mengintip setiap berita-berita pedas dari Aktual untuk dijadikan pertimbangan dalam membuat keputusan.
Misalnya, dengan memecat Dirut PUD Pasar Medan Suwarno karena tidak mampu berkomunikasi dengan baik kepada para pedagang hingga menimbulkan gelombang besar demonstrasi di depan Balai Kota. Begitupun, tersisa satu persoalan di Dishub Kota Medan yang sebenarnya butuh kebijakan serupa seperti di PUD Pasar.
Beda dengan Edy Rahmayadi. Kami bisa mencontohkannya dengan kisruh sport centre di Desa Sena Kecamatan Batang Kuis Kabupaten Deli Serdang. Sebagai warga Sumatera Utara, masyarakat yang dilabeli penggarap berulang kali menggantungkan harapan mereka kepada Edy Rahmayadi dengan berbagai cara.
Baik menghambat jalan ke Bandara, demonstrasi di depan Kejatisu, hingga turun aksi di depan gedung Gubernur Sumatera Utara untuk mendapat keadilan. Namun, tidak ada tanggapan dan masyarakat pun terusir ditambah berbagai pandangan negatif. Padahal, ada cerita lain di balik pembangunan sport centre yang disembunyikan. Proyek Rp2,7 juga apa kabar, eh.
Namun yang perlu diketahui publik, kemenangan dalam kontestasi politik tidak cukup dengan program terbaik seperti dalam perkuliahan. Ibarat mobil, ada sebuah motor yang menjadi sumber penting untuk menang. Motor ini, tidak mesti nampak, yang penting jalan.
Edy Rahmayadi – Hasan Basri Sagala saat ini menumpang di satu motor politik besar, yakni PDI Perjuangan dan ditambah Partai Ummat, Hanura, Gelora, PKN, dan Partai Buruh. Sementara Bobby Nasution – Surya menggunakan motor Golkar, PKB, Gerindra, PKS, Nasdem, PAN, Demokrat dan PPP.
Melihat perbedaan jumlah partai, Bobby Nasution bisa dikatakan akan mendapat suara yang dominan dari para kader serta partisipan partai yang mengusungnya dibanding Edy Rahmayadi. Apalagi, suasana Pilpres 2024 lalu masih melekat kuat dipastikan akan memecah suara PDI Perjuangan di Pilkada ini.
Ada yang simpati terhadap Presiden RI Joko Widodo, maka sudah pasti akan memberikan suaranya kepada Bobby Afif Nasution secara sukarela. Belum lagi, muncul kabar adanya catur pemerintahan yang dijalankan sebagai dukungan memenangkan suami dari Kahiyang Ayu tersebut. Bisa jadi benar.
Ada rumor, Pilkada 2024 ini adalah pertarungan 2 kubu kuat berseragam. Memang secara tertulis, politik praktis tidak dibenarkan bagi para aparatur pemerintahan. Namun, kekuatan para kepala daerah maupun para ASN yang dikabarkan ikut membantu kemenangan di setiap pesta demokrasi sulit terdeteksi sehingga kerap dimanfaatkan dan dijadikan kambing hitam di setiap pesta demokrasi. Siapa yang menggunakan kekuatan ini.
Melalui analisis kekuatan sebaran partai dan kemungkinan bantuan arus bawah yang tidak nampak, maka Bobby Afif Nasution besar kemungkinan meraup suara dominan di beberapa daerah di Medan, Deli Serdang, Langkat, Asahan, Tanjung Balai, Batu Bara, Labura, Pulau Nias, Toba, Tanah Karo, dan Toba. Sementara Edy Rahmayadi unggul di Mandailing Natal, Samosir dan Taput.
Kekuatan ini, tentu bukan menjadi barometer kemenangan mutlak. Namun, berkaca pada Pilpres 2024 lalu, manuver-manuver politik tidak nampak masih menjadi senjata andalan saat pesta demokrasi.
Apalagi, di kabinet Merah Putih yang terbentuk hari ini bayak diisi oleh orang-orang lama, dan siapa yang tahu isi perjumpaan Joko Widodo dan Prabowo di Solo pada 13 Oktober 2024 lalu. Situasi apapun bisa saja terjadi di Pilkada Sumut, dan membawa Bobby Nasution memenangkan Pilgubsu 2024. Percaya atau tidak, jangan lupa ke TPS pada 27 November 2024.|| Jauli Manalu (*Penulis merupakan Ketua DPD Cakep Sumut)
Editor: Prasetiyo