AKTUALONLINE.co.id SIMALUNGUN |||
Atas nama Roma Asi Murniawaty Purba Warga Ajibata, Kabupaten Toba selaku Ibu korban Kristanto Josua Sirait (Alm) tertimbun bangunan tembok penahan milik Gereja Katolik yang diproyekkan kepada pihak pemborong atas nama Maruli Tua Lumban Gaol Warga Jl. Besar Glugur Rimbun Dusun II Blok J No 362 Desa Lau Bakeri, Kecamatan Kutalimbaru Kabupaten Deliserdang, dalam waktu dekat akan menggugat pihak pemborong dan Pastor Paroki Parapat RP Hiasintus Sinaga ke pengadilan, karena dianggap tidak menghiraukan sepenuhnya surat Bapa Uskup Mgr. Kornelius Sipayung, OFMCap.

Demikian disampaikan Ibu korban, di Ajibata, Kecamatan Ajibata Kabupaten Toba, Selasa (20/9/2022) sekaligus menceritakan isi surat Uskup Agung Medan yang ditandatangani Uskup, Kornelius Sipayung OFMCap dan dalam surat Uskup Keuskupan Agung Medan (KAM) nomor 504/PAR/PRP/VII/’22 itu disebutkan, bahwa pada, 6 Juli 2022, Ibu Romasi M. Purba bersama anaknya (ibu kandung, korban longsor, PPU Parapat, yang bernama Kristanto Josua Sirait, datang ke Keuskupan untuk bertemu dengan saya untuk menyampaikan ungkapan hatinya, perihal santunan anaknya yang belum tuntas.
Karena saya tidak di tempat, maka diterima oleh Sekretaris Keuskupan Agung
Medan, RP. Frans Borta Rumapea, O.Carm. Dan isi pertemuan mereka sudah
disampaikan kepada saya bersama dengan surat yang dituliskan oleh Ibu Romasi M.Purba.
“Maksud saya menulis Surat ini, Supaya Pastor menyelesaikan hal ini bersama dengan Pemborong secepatnya, supaya permasalahan cepat selesai, dan supaya kita tidak terkesan membiarkan permasalahan ini berlarut-larut. Bersama dengan ini kami kirimkan juga copyan surat Ibu M Purba sebagai bahan informasi, Tulis Uskup.
Hanya saja, sampai setahun lebih tak kunjung ada itikad baik dari Pemborong dan Pastor itu, dan kini kami kembali menggugat mereka karena isi surat perjanjian perdamaian tidak sesuai fakta, terlebih setelah mereka berikan kepada saya hanya Rp50 juta tahap pertama dan Rp 5 Juta tahap ke dua setelah adanya perdamaian di Aspol Jln Asahan Siantar di hadapan Personel Pihak Polres Simalungun, sekaligus membuat surat Surat Penghentian Penyelidikan (SP3) atas kasus/kejadian tersebut.
Menurut Ibu Korban Romasi Purba, dalam surat pernyataan yang ditandatangani mereka selaku pihak pertama (dari pihak Pemborong dan Pengurus Parokinya) diantaranya Guntur K Manurung, Ronauli Rafael Simatupang (ASN Guru Agama sebagai Sekretaris Paroki Parapat), Maruli Tua Lumban Gaol (Pemborong) dan ditanda tangani oleh Saksi-saksi Olopan (alias Jo, ), Hendro Imlek Sidabutar dan Bilman Silalahi selaku sekretaris Paroki Parapat, menuliskan isi Surat Pernyataan dan dalam cuplikan surat tertanggal 13 Juli 2021 itu disebutkan;
1. Biaya-biaya yang dikeluarkan semenjak terjadinya bencana musibah longsor (biaya rumah sakit, peti mati, ambulance, dan biaya pemakan ditanggung sepenuhnya oleh pihak pertama.
2. Pihak pertama memberikan kepada pihak kedua (keluarga korban) santunan uang duka yang dengan tali asih dan penggantian sepeda motor (BB 2661 EF).
3. Pihak pertama bersedia menerima permintaan pihak kedua untuk memperbaiki Jalan menuju kuburan (makam) korban dan membuat pertanda di kuburan korban yang diberikan dalam bentuk uang.
Dengan adanya surat pernyataan perdamaian yang ditandatangani Lurah Parsaoran Ajibata Gibson Sitinjak SSTP ini maka kami pihak kedua tidak melakukan tuntutan baik Pidana maupun Perdata terhadap pihak kedua. Demikian surat pernyataan perdamaian ini kami perbuat dengan sebenarnya dengan pikiran yang waras tanpa ada pemaksaan dari pihak manapun.
Akan tetapi sampai saat ini isi perjanjian dan pernyataan dalam surat perdamaian ini tidak terpenuhi sepenuhnya, diantaranya, kami bersepakat sebagai santunan diberikan Rp80 Juta Rupiah, Pembelian pengganti Sepeda Motor yang baru, pengganti sepeda motor korban, dan perbaikan jalan menuju makam dalam bentuk uang, semua ini mereka hiraukan dan sebenarnya masih banyak lagi yang harus saya sampaikan.
Karena pihak pemborong dan pihak Pastor Paroki itu (Hiasintus Sinaga,Red) tidak menunjukkan itikad baik selama setahun lebih, akhirnya saya juga mengungkapkan ini termasuk membayar uang pemeriksaan jenazah, pembersihan dan hecting kepala yang pecah di RSU Parapat kami sudah bayar Rp1.396.000, dan anehnya lagi saat saya pesan Catering makanan, kursi dan makan saat penguburan anak kami, kupesan 300 piring dengan harga Rp20.000, namun dalam kwitansi tertulis Rp12.500.000. aneh bukan, Ujar br Purba.
Sementara menurut informasi yang kami dengar dan bisa kita buktikan siapa mengetahui Dana sekitar Rp1 Miliar untuk perdamaian kepada keluarga korban, itu artinya ada 2 anak korban lain bermarga Tarigan dari Jakarta, dan 1 mobilnya rusak. Lalu kepada Anak saya dan 1 harusnya dengan 1 sepeda motor. Masa kepada kami diberikan hanya Rp55 Juta saja?. Sementara dari isi kesepakatan permukatan kami antara kami dengan pihak pemborong dan pengurusnya dan diketahui Pastor itu, sampai sekarang tidak dipenuhi, padahal saya selalu berusaha menanyakan hal itu baik kepada IS selaku pihak dari Pemborong itu dan termasuk kepada si Pemborongnya.
Maka saya putuskan kami akan bawa ke ranah hukum dan akan kami ajukan ke pengadilan. Ujar Romasi M Purba. ||| JSS
Editor : Zul