21 C
Indonesia
Senin, 17 Maret 2025

12 Tersangka Perkara Pidum Dihentikan Penuntutannya Oleh Kejaksaan Agung

Berita Terbaru

AKTUALONLINE.co.id JAKARTA|||
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung RI, Dr Ketut Sumedana menyampaikan pada hari Kamis 14 April 2022, Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Dr. Fadil Zumhana kembali menyetujui 12 Permohonan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Lebih lanjut disampaikannya, Ekspose dilakukan secara virtual yang dihadiri oleh JAM-Pidum Dr. Fadil Zumhana, Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda Agnes Triani, S.H., M.H., Koordinator pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum, Kepala Kejaksaan Tinggi, Kepala Kejaksaan Negeri, dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri yang mengajukan permohonan restorative justice serta Kasubdit dan Kasi Wilayah di Direktorat T.P. Oharda.

Dulanjutkannya Adapun 12 orang tersangka berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif masing-masing:
1.Rendi Resmana bin Emang dari Kejaksaan Negeri Ciamis yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

2.Fuad Hasan als Hasan dari Kejaksaan Negeri Konawe yang disangka melanggar Pasal 44 ayat (1) Undang – Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

3.tersangka I Toyib bin Carmadi dan tersangka II Junardi Rahmat alias Bolek bin Rusmanto dari Kejaksaan Negeri Tangerang Selatan yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP Jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP tentang Penganiayaan.

4.Amos Tebai dari Kejaksaan Negeri Nabire yang disangka melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

5.Benediktus Jamelan alias Beni dari Kejaksaan Negeri Tual yang disangka melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

6.I Gardius Ovan als. Geral, II Atdeus Sirlay als. Dues dan Tersangka III Ramly Djerlay als. Ramly dari Kejaksaan Negeri Kepulauan Aru yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP Jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP tentang Penganiayaan.

7.Vivi Nurbayanti als Iva Binti Makmur Wijaya dari Kejaksaan Negeri Pare-Pare yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

8.Ir. Hj. Nur Afiah Achmad bin Andi Mallapiseng dari Kejaksaan Negeri Pangkajene Kepulauan yang disangka melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

9.Devi Permata Sari binti Abd Rahman dari Kejaksaan Negeri Pangkajene Kepulauan yang disangka melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

10.Muh Fajar Caronge alias Fajar dari Kejaksaan Negeri Makassar yang disangka melanggar Primair Pasal 374 KUHP Subsidiair Pasal 372 KUHP tentang Penipuan/Penggelapan.

11.Ratih Kartika Riasa als Rarih Binti alm Yusniarwan dari Cabang Kejaksaan Negeri Natuna di Tarempa yang disangka melanggar Pasal 372 KUHP atau 374 KUHP tentang Penipuan/Penggelapan.

12.Agus SEmetyo WIdodo dari Kejaksaan Negeri Barito Timur yang disangka melanggar Pasal 44 ayat (1) Undang – Undang RI No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Jo pasal 64 ayat (1) KUHP.

Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan kepada Para Tersangka antara lain:

Baru pertama kali melakukan perbuatan pidana/belum pernah dihukum, ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 tahun telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf, berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya, proses perdamaian dilakukan secara sukarela, dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan dan intimidasi.

Selain itu kata Kapuspenkum, tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar, pertimbangan sosiologis masyarakat merespon positif.

Sementara itu Jampidum menjelaskan bahwa dalam penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, perdamaian merupakan syarat mutlak yang tidak bisa diabaikan oleh Jaksa. Tanpa adanya perdamaian yang dilakukan dengan melibatkan keluarga pelaku dan korban serta masyarakat sekitar, maka penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif tidak dapat dilakukan.

Dijelaskan lagi model penyelesaian perkara diluar persidangan tersebut merupakan tugas dan tanggung jaksa sebagai dominus litis yang perlu dikembangkan dan diberdayakan secara massive.

Selanjutnya, Jampidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif, sesuai Berdasarkan Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. (K.3.3.1).|||Sahat MT Sirait

Editor: SMTS

Baca Selanjutnya

Berita lainnya