Hasrul Benny Harahap,SH Apresiasi Hakim Vonis Bebas Mantan Kadis BMBK Sumut
AKTUALONLINE.co.id Medan|||
Majelis Hakim yang diketuai Jarihat Simarta dalam amar putusan yang dibacakannya membebaskan terdakwa mantan Kepala Dinas (Kadis) Bina Marga dan Bina Konstruksi (BMBK) Provinsi Sumut, Muhammad Armand Effendy Pohan (56) di Pengadilan Tipikor Medan ruang Cakra 2, Senin (21/2/2022) sore tadi.
Dalam persidangan yang digelar secara online ini, hakim Ibnu Kholik menyatakan bahwa Effendy Pohan terbukti melakukan korupsi pemeliharaan jalan di Kabupaten Langkat, yang bersumber dari APBD Tahun 2020 sebesar Rp 2.499.769.520.
Sementara hakim Ketua, Jarihat Simarmata menyatakan terdakwa Effendy Pohan tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan primair dan subsidair jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejari Langkat Mohammad Junio Ramandre.
“Menyatakan bahwa terdakwa Muhammad Effendy Pohan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dalam Dakwaan Primair dan dakwaan Subsider Penuntut Umum,” kata hakim Jarihat Simarmata.
Selain itu, dalam amar putusannya majelis hakim juga memerintahkan agar segera terdakwa Dikeluarkan dari Rumah Tahanan (Rutan) dan memulihkan kedudukan, harkat dan martabat terdakwa.
Menanggapi putusan bebas tersebut, Kasi Intelijen Kejari Langkat Boy Amali ketika dikonfirmasi, menyatakan tim JPU Kejari Langkat melakukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung.
“Kita Kasasi. Sebab, putusan majelis hakim berbeda dengan tuntutan JPU yang sebelumnya menuntut terdakwa Effendy Pohan dengan pidana penjara selama 4 tahun 6 bulan dan denda Rp100 juta subsidair selama 3 bulan penjara,” katanya.
Selain itu, sambung Boy, terdakwa Effendy Pohan juga dibebankan membayar uang pengganti (UP) kerugian negara sebesar Rp 1.070.000.000, dengan ketentuan dalam satu bulan setelah putusan terdakwa tidak mampu membayar uang pengganti, maka harta bendanya disita dan dilelang untuk negara.
“Apabila tidak mencukupi, maka diganti dengan pidana penjara selama 2 tahun 3 bulan,” ujar Boy Amali.
Sementara, Hasrul Benny Harahap SH MHum mengapresiasi putusan tersebut. Menurutnya majelis hakim masih memiliki hati nurani untuk berlaku adil dalam mengadili perkara ini.
“Kita mengapresiasi majelis hakim yang telah memutus perkara ini. Menurut kami, majelis hakim masih memiliki keyakinan yang murni dan berlaku adil dalam menangani perkara itu,” ucap Hasrul Benny.
Selain itu, alumni Fakultas Hukum USU ini juga mengkritisi kinerja pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Langkat yang dinilai sedari awal terlalu bersemangat memperkarakan Effendi Pohan, padahal alat bukti sebagai dasar penetapan tersangka Effendi Pohan dianggap terlalu prematur.
“Kami pada dasarnya sepakat dengan program pemerintah yakni sama-sama memberantas tindak pidana korupsi karena kita anggap ini kejahatan luar biasa. Namun, di sisi lain, harusnya semangat itu harus memiliki dasar yang kuat. Jangan sampai orang yang memang tidak bersalah malah disangkakan bersalah seperti klien kami ini,” jelasnya.
Lanjut Hasrul, harusnya penegakan hukum terhadap pemberantasan korupsi memang benar-benar diterapkan bagi pelaku kejahatan korupsi
“Jangan seperti yang dialami klien ini. Kalau kebenaran itu, pasti terungkap. Tapi lihatlah, dampaknya selama ini, klien kami sudah tercap sebagai pelaku kejahatan padahal vonis majelis hakim yang sama-sama kita dengar tadi, klien kami dibebaskan dari segala tuntutan hukum,” tegasnya.
Ia pun berharap agar kedepannya, prinsip profesionalitas harus benar-benar dilakukan oleh para penyidik dalam penanganan suatu perkara.
“Azas kehati-hatian, prinsip profesionalitas dan lain sebagainnya harusnya menjadi pedoman penyidik memeriksa suatu perkara,” tegasnya.
Mengutip surat dakwaan JPU mengatakan, kasus bermula saat terdakwa Effendy Pohan menyetujui pelaksanaan kegiatan rehabilitasi/pemeliharaan rutin jalan di Kabupaten Langkat tanpa ada perencanaan dan menyetujui pekerjaan yang tidak sesuai dengan DPA-SKPD.
Dalam laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara atas dugaan tindak pidana korupsi pada kegiatan rehabilitasi/pemeliharaan rutin yang dilakukan terdakwa senilai Rp 1.070.000.000. Namun faktanya menurut majelis hakim hal itu tidaklah benar sehingga terdakwa divonis bebas.|||Sahat MT Sirait
Editor: SMTS